Bandar Lampung – Komisi I DPRD Lampung menindaklanjuti laporan warga terkait dugaan alihfungsi fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) menjadi bangunan pribadi di Jalan Pulau Pisang, Korpri, jaya Bandar Lampung.

Anggota Komisi I DPRD Lampung, Yusirwan, mengatakan pihaknya mendapatkan laporan warga terkait adanya lahan fasum dan fasos yang dikuasai pihak tertentu, sehingga menutup akses jalan warga sekitar.
“Ada fasilitas umum yang dikuasai oleh salah satu pihak. Ini harus segera diselesaikan karena menyangkut kepentingan orang banyak. Bangunan tersebut telah menutup akses jalan warga.”ungkap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut selasa (22/07)
Menurutnya, Pemerintah Provinsi harus sigap agar masalah ini tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan dengan terang menderang.
“Kita akan meminta klarifikasi dari Biro Aset Pemerintah Provinsi Lampung terkait status lahan tersebut. Karena saya mendapat informasi bahwa aset itu sudah dilimpahkan ke pemerintah kota. Maka dari itu, kami akan memanggil Biro Aset Provinsi dan meminta bukti pelimpahannya. Jika memang sudah diserahkan, kami akan panggil juga pihak pemerintah kota,”tegasnya
Dikatakan Yusirwan, pentingnya menelusuri legalitas kepemilikan lahan. Jika tidak ditemukan dokumen resmi seperti sertifikat atau pelepasan hak, maka bangunan yang berdiri di atasnya patut dipertanyakan.
“Jika tidak ada sertifikat kepemilikan lebih enak kita membongkarnya, Kalaupun ada sertifikat, akan kami telusuri asal-usulnya. Tidak mungkin sertifikat bisa terbit tanpa adanya pelepasan hak dari pemerintah. Benang merahnya pasti akan ketemu,” paparnya
Komisi I, kata dia, berkomitmen menyelesaikan persoalan ini demi menjaga hak warga atas ruang publik dan aksesibilitas lingkungan.
Disisi lain, Salah satu warga yang terdampak, Nur Hasanah, mengungkapkan kebingungannya ketika hendak membangun rumah di atas tanah yang ia beli pada 2014.
Meski dalam denah lokasi terdapat fasum dan fasos, di lapangan ia tidak menemukan akses jalan menuju tanah miliknya.
“Saya membeli tanah ini sejak 2014. Tapi saat saya cek ke lokasi, tidak ada jalan masuk. Saya bingung, bagaimana bisa membangun kalau tidak ada akses untuk membawa bahan bangunan seperti pasir dan tanah timbunan,” ujar Nur Hasanah.
Ia menambahkan, berdasarkan denah, fasum dan fasos memang seharusnya tersedia. Karena itu, ia berharap pemerintah segera merealisasikan keberadaan fasilitas tersebut.
“Kalau fasum dan fasos itu milik Pemprov, maka menjadi kewajiban Pemerintah Provinsi untuk menyediakan. Ada jalan, tapi bukan yang mengarah ke tanah yang saya beli,” katanya.
Nur Hasanah juga meminta agar legalitas bangunan yang berdiri di atas lahan fasum diperiksa secara menyeluruh.
“Saya mohon dicek kembali bagaimana legalitas mereka yang menempati tanah fasum dan fasos ini. Jika tidak ada surat atau dokumen yang sah, maka seharusnya ada prosedur yang ditegakkan,” ujarnya.
Ia menyatakan kepercayaannya pada DPRD Lampung untuk menindaklanjuti permasalahan tersebut.
“Saya percaya penuh kepada perwakilan rakyat kita. Mudah-mudahan dengan adanya pertemuan ini, masalah ini cepat ditangani dan ada solusi yang nyata,” tandasnya (*)



